LP dan ASKEP Diabetes Melitus (DM)

Sore buat sobat ku, Leonarsis hari ini hari yang melelahkan sekali bukan, untuk kali ini saya akan meng-upload materi kuliah tentang Diabetes Melitus, Apakah Diabetes Melitus itu? Dan apa yang menyebabkan Diabetes Melitus itu? Coba lihat aja materi berikut ini.

DIABETES MELITUS

A.    Konsep Dasar Diabetes mellitus
1.     Pengertian
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya  insulin di dalam tubuh. Gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ).
Diabetes Mellitus adalah sindroma yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan dan suplai insulin.  Sindroma ini ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.  Abnormalitas metabolik ini mengarah pada perkembangan bentuk spesifik komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.  Sistem untuk klasifikasi DM dikembangkan oleh The National Diabetes Data Group of the National Institutes of Health (USA) dengan masukan dari Word Health Organization tahun 1985  adalah :
A.    Clinical Classes
I.         DM
1.     IDDM ( DM  Type 1 ).
Diabetes tipe I ditandai dengan sekresi insulin oleh pankreas tidak ada dan sering terjadi pada orang muda. Secara normal, insulin  bekerja untuk menurunkan kadar glukosa darah dengan membolehkan glukosa masuk kedalam sel untuk dimetabolisme. Caranya dengan mengikat dirinya secara kuat pada tempat reseptor pada membran sel. Efek utama metabolik insulin  adalah di otot dan jaringan adiposa.  Pada orang diabetes, kekurangan atau ketiadaan insulin menimbulkan kelaparan pada jaringan ini dan ini menjelaskan mengapa pasien menjadi lelah dan berat badan menurun.
Karena insulin  tidak digunakan, terjadi penumpukan didalam darah pada orang diabet dan meluap kedalam urine yang menyebabkan haus dan keluarnya urine dalam jumlah yang banyak. Lebih lanjut masalah ini akan menimbulkan komplikasi physiologic, kecuali kalau diberikan penggantian insulin. Sehingga orang yang menderita DM Tipe I perlu injeksi insulin secara teratur dalam hidupnya untuk mencegah ketosis. Suatu komplikasi  yang muncul,akibat gangguan metabolisme lemak. Untuk alasan ini, DM tipe I dikenal sebagai  IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus).
2.     NIDDM ( DM Type 2 ).
Type II akibat dari tidak sensitifnya reseptor insulin terhadap insulin yang sudah tersedia. Pada kelompok ini diit khusus diajurkan untuk menurunkan BB dan diberikan tablet untuk merangsang pancreas untuk mensekresi lebih banyak insulin. Karena tidak dibutuhkan insulin maka diabetes tipe II dikenal sebagai NIDDM (Non Insulin Dependent Diabetes melitus). Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin disebabkan kegagalan relatif  sel β pulau Langerhans dan resisteni insulin. Resitensi insulin adalah  turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas mengalami desensitisasi terhadap  glukosa (Mansjoer, A., 1999).
Orang-orang yang DM saat hamil atau gestational diabetes (GDM) biasanya dikenal sebagai type II. Faktor risiko Diabetes Mellitus tipe II antara lain usia, obesitas, riwayat keluarga dengan Diabetes Mellitus tipe II, etnis, , kebiasaan diet, kurang berolahraga, wanita dengan hirsutisme, dan/atau penyakit ovarium polikistik, diabetes gestasional, dan/atau dengan berat badan bayi lebih dari 4 kg saat dilahirkan
3.     Questionable DM , bila meragukan type 1 atau type 2.
4.     MRDM
a.      Fibrocalcolous Pancreatic DM ( FDPD ).
b.     Proten Deficient Pancreatic DM ( PDPD ).
5.     DM type lain dengan keadaan dan gejala yang tertentu.
II.       Impaired Glucosa Tolerance ( GTG ).
III.     Gestasional Diabetes Mielitus.

B.    Statistical Risk Classes.
1.     Kedua orang tuanya pernah menderita DM.
2.     Pernah menderita GTG kemudian normal kembali.
3.     Pernah melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4 kilogram.

Komplikasi akut mayor berkenaan dengan DM adalah diabetik ketoasidosis (DKA), sindroma nonketotik hiperosmolar hiperglikemia (SNKHH) dan hipoglikemia.  Komplikasi jangka panjang mayor berkenaan dengan DM adalah penyakit makrovaskular, penyakit mikrovaskular dan neuropati.  Ketoasidosis lebih sering terjadi pada diabetik tipe I karena tak ada insulin yang diproduksi, sedangkan diabetik tipe II menghasilkan sebagian insulin tetapi tidak cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal.  Penyakit mikrovaskular dan neuropati terjadi lebih sering pada diabetik tipe II karena kesulitan dalam menentukan timbulnya  hiperglikemia.  Cara terbaik dalam mencegah komplikasi ini adalah melalui kontrol glikemik.
DKA adalah gangguan metabolik yang mengancam hidup yang secara potensial akut terjadi sebagai akbat dari defisiensi insulin berkepanjangan.  DKA ditandai dengan hiperglikemia ekstrim
Gangren adalah proses atau keadaan  yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ).
Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).

2.     Etiologi
a.      Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1.     Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2.     Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3.     Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4.     Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
b.     Gangren Kaki Diabetik
Faktor – faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, Metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen :  a. Trauma b. Infeksi c. Obat

3.     Patofisiologis
a. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1.   Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 3001200 mg/dl.
2.   Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3.   Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat  menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama  akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
b. Gangren Kaki Diabetik
Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1.   Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal  melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya  aliran darah  ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka  penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
  Klasifikasi
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu :
Derajat 0         : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I       : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II      : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III     : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV    : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V      : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1.     Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :  
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2.     Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
1.     Pemeriksaan laboratorium
a.      Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b.     Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata  ( ++++ ).

4.     Gejala Klinik
Diagnosis
Kriteria diagnosis DM dengan gangguan toleransi glukosa :
I.         Diagnosis DM apabila :
a.      Terdapat gejala – gejala DM ditambah dengan,
b.     Salah satu dari GDP   > 120 mg/dl dan 2 J PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.
II.       Diagnosis DM apabila :
a.      Tidak terdapat gejala DM tetapi,
b.     Terdapat dua dari GDP   > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, atau random GDA > 200 mg/dl.
III.          Diagnosis GTG apabila :
GDP < 120 mg/dl dan 2 j PP antara 140200 mg/dl.
IV.       Untuk kasus meragukan dengan hasil  GDP  > 120 mg/dl dan 2 j PP > 200 mg/dl, ulangi pemeriksaan sekali lagi dengan persiapan minimal  3 hari dengan diit karbohidrat > 150 gr/hari dan kegiatan fisik seperti biasa.
5.     Penatalaksanaan.KETERBATASAN AKTIVITAS SEHUBUNGAN DENGAN KELEMAHAN.

Terapi primer           I.                    Diit.
II.               Latihan Fisik.
III.             Penyuluhan Kesehatan Masyarakat.
Terapi sekunder      IV.      Hypoglikemi ( OAD dan Insulin )
IV.            Cangkok pankreas.

B.    Asuhan keperawatan
1.     Pengkajian
a.      Pengumpulan data
1.     Anamnese
a.      Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b.     Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
c.      Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
d.     Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e.      Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
f.      Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
2.     Pemeriksaan fisik
a.      Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b.     Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c.      Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah  sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
d.     Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
e.      Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau   berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
f.      Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
g.     Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.


h.     Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
i.       Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
3.     Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
c.      Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
d.     Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata  ( ++++ ).
e.      Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.

b.   Analisa Data
Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1.     Kebutuhan dasar atau fisiologis
2.     Kebutuhan rasa aman
3.     Kebutuhan cinta dan kasih sayang
4.     Kebutuhan harga diri
5.     Kebutuhan aktualisasi diri



2.     Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan  tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1.   Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah  ke daerah gangren akibat adanya  obstruksi pembuluh darah.
2.   Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3.   Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4.   Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5.   Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6.   Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
7.   Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
8.   Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9.   Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
10.  Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

3.     Perencanaan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
a.    Diagnosa no. 1
Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : mempertahankan sirkulasi  perifer tetap normal.
Kriteria Hasil : - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
             - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
             - Kulit sekitar luka teraba hangat.
             - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
             - Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan :
1.     Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.
2.     Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah  : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah  dari jantung  ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
Rasional : meningkatkan kelancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
3.     Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya  vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
4.     Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b.     Diagnosa no. 2
Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil :               1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. pus dan jaringan berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan :
1.     Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
2.     Rawat luka dengan baik dan benar  : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
3.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan  kultur pus  pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.
Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c.      Diagnosa no. 3
Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil :  1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 3637,5 0C, N: 6080 x /menit, T : 100130 mmHg, RR : 1820 x /menit ).
Rencana tindakan :
1.   Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2.     Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.
3.   Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
4.     Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
5.     Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
6.     Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
Rasional :  massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
7.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasional : Obat –obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien. 


d.     Diagnosa no. 4
Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal.
Kriteria Hasil :  1.  Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan.
Rencana tindakan :
1.     Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.
Rasional : Untuk mengetahui derajat  kekuatan otot-otot  kaki pasien.
2.     Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.
Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
3.     Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.
Rasional : Untuk melatih otot – otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
4.     Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.
5.     Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.
Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
e.      Diagnosa no. 5
Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
Kriteria hasil :    1. Berat badan dan tinggi badan ideal.
2. Pasien mematuhi dietnya.
3. Kadar gula darah dalam batas normal.
4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan :
1.     Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
2.     Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.
3.     Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
4.     Identifikasi perubahan pola makan.
Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan. 
5.     Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
f.      Diagnosa no. 6
Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah.
Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria Hasil :  1. Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 3637,5 0C )
3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal.
Rencana tindakan :
1.     Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.
Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2.     Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
3.     Lakukan perawatan luka secara aseptik.
Rasional  : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.
4.     Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
5.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
g.   Diagnosa no. 7
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria Hasil :  1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan.
2. Emosi stabil., pasien tenang.
3. Istirahat cukup.
Rencana tindakan :
1.   Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.
Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
2.   Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.
Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.
3.   Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
4.   Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.
Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
5.    Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
6.    Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara   bergantian.
Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
7.   Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
h.     Diagnosa no. 8
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana Tindakan :
1.     Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
2.     Kaji latar belakang pendidikan pasien.
Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
3.     Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
4.     Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
5.     Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
i.     Diagnosa no. 9
Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif.
Kriteria Hasil : -  Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
-  Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki.
Rencana tindakan :
1.   Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
2.   Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
3.   Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.
4.   Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.
Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
5.   Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
6.   Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
j.       Diagnosa no.10
Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi.
Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 3040 menit.
2. Pasien tenang dan wajah segar.
3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup.
Rencana tindakan :
1.     Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.
Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.
2.     Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.
Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
3.     Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.
Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
4.     Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik  relaksasi .
Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
5.     Kaji tanda-tanda kurangnya  pemenuhan kebutuhan tidur pasien.
Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.

4.     Implemnetasi
            Tujuan utama penatalaksanaan klien DM adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya kompikasi akut dan kronis.  Jika klien berhasi mengatasi diabetes yang dideritanya maka ia akan terhindar dari hiperglikemia dan hipoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari ketiga faktor: (1) aktivitas fisik, (2) diet dan (3) intervensi farmakologi dengan preparat hipoglikemik oral atau insulin.  Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien mengatasi kondisi kronis ini.  Intervensi yang direncanakan untuk diabetes harus individual, ini berarti intervensi tersebut harus berdasarkan pada tujuan, usia, gaya hidup, kebutuhan nutrisi, maturasi, tingkat aktivitas, pekerjaan, tipe diabetes klien dan kemampuan untuk secara mandiri melakukan ketrampilan yang dibitihkan oleh rencana penatalakasanaan.  Penyatuan aspek psikososial ke dalam rencana keseluruhan adalah vital.  Tujuan awal untuk klien yang baru didiagnosa diabetes atau klien dengan kontrol buruk diabetes harus difokuskan pada yang berikut ini :
a.      Eliminasi ketosis (Jika ada)  
b.     Pencapaian berat badan yang diiinginkan,
c.       Pencegahan manifestasi hiperglikemia,
d.     Pemeliharaan toleransi latihan,
e.       Pemeliharaan kesejahteraan psikososial.
f.      Pencegahan hipoglikemia. 
5.         Evaluasi
Evaluasi dilkukan dengan mengacu pada tujuan dan criteria evaluasi yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. Price, L. dan Mc, W. (1985), Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit,ed. 2, bagian 2, EGC, Jakarta

Capernito, L. J. (1998), Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Yasmin Asih, ed. 6, EGC, Jakarta.

Corwin, J. E (2001), Pankreas dan Diabetes Melitus, EGC, Jakarta.

Doenges, E. M (2000), Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumnetasian, ed. 3, EGC, Jakarta.

Long, C. B. (1996), Pendekatan Proses Keperawatan, alih bahasa Yayasan Ikatan Alumni Pnedidikan Keperawatan Bandung, Bandung.

Soetmadji, DJ. W. (1997), Diabetes Up Date, FK UNAIR, Surabaya.

Suyono, S. (1996), Penyakit Dalam, jilid 1, ed. 3, FKUI, Jakarta.

Tjokroprawiro, A. (1997), Diabetes Up Date,FK UNAIR, Surabaya.

Tjokroprawiro, A. (2001), Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes,Pustaka Utama, Jakarta.

Woodly, M dan Whelean, A. (1995), Pedoman dan Pengobatan, Yayasan Essentia Medica dan  Andi Offset, Yogyakarta.


Terimakasih atas kunjungannya Sobat Leonarsis, jangan lupa datang lagi, dan bila ada kritik & saran silahkan komentar saja. Semangatt..!!!







0 Response to "LP dan ASKEP Diabetes Melitus (DM)"

Post a Comment